Artist : Edane
Lirik : Lirik Edane – Comin’ Down
Tlah lama ku nantikan, tak pernah ada kesempatan....
Kali ini takkan ku lewatkan, pulang ke kampung halaman...
Tak sabar ku merasakan, melepas segala kerinduan.......
Ayah, ibu, bibi dan paman, handai taulan, dan teman.....
http://eghiechaprie.blogspot.com/2013/08/edane-comin-down-artist-edane-lirik.html
Hai semua maafkan lama ku tinggalkan........
Ku terlalu sibuk taklukkan dunia......
Namun tak ku lupa engkau yang disana.......
O biarkan aku comin’ down to rock the town
(Going down coming down to my home town)
Di sana tempat ku dibesarkan dulu....
(Going down coming down to my home town)
Takkan terlupa selalu di hatiku...
(Going down coming down to my home town)
Menyeberangi laut, hutan, sungai berliku...
(Going down coming down to my home town)
Pemandangan permai kota kecilku...
Hadapi keras tantangan yang menghadang di depan....
Semua ku lakukan well, gotta survive in big town......
Teringatku denganmu, engkau disana ibuku....
Doamu menjagaku, jalani kehidupanku......
Maafkan anakmu ku baru sempat pulang....
Ku terlalu sibuk taklukan dunia.......
Namun tak ku lupa nasehatmu untukku.......
Agar ku selalu ”be the best of the best”, she said.....
(Going down coming down to my home town)
Indahnya kenangan masa kecilku...
(Going down coming down to my home town)
Penuh kasih dan sayang di lelap tidurku...
(Going down coming down to my home town)
Damai bahagia di sederhana rumahku...
(Going down coming down to my home town)
Aku ingin segera kesana....
Yes, i’m going down, right...
Yes, i’m coming down, …
Yes, i’m coming down, yeah...
Coming down i’m on the way, yeah...
Sabtu, 03 Agustus 2013
DIAGNOSA SIFILIS METODE VDRL ( Veneral Disease Research of Laboratories)
CARA
DIAGNOSA SIFILIS
METODE VDRL ( Veneral Disease Research of Laboratories)
elitchgrup.com |
A. PENDAHULUAN
Venereal Disease
Research Laboratory (VDRL) / Serum atau Cerebrospinal Fluid (RPR) merupakan
satu-satunya pemeriksaan laboratorium untuk neunurosipilis yang disetujui oleh
Centers for Disease Control. Pemeriksaan VDRL serum bisa memberikan hasil
negatif palsu pada tahap late sipilis dan kurang sensitif dari RPR. Penyakit Pemeriksaan
VDRL merupakan pemeriksaan penyaring atau Skrining Test, dimana apabila VDRL
positif maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA (Trophonema Phalidum Heamaglutinasi). Hasil uji serologi
tergantung pada stadium penyakit misalnya pada infeksi primer hasil pemeriksaan
serologi biasanya menunnjukkan hasil non reaktif. Troponema palidum dapan
ditemukan pada chancre. Hasil serologi akan menunjukan positif 1-4 minggu
setelah timbulnya chancre. Dan pada infeksi sekunder hasil serelogi akan selalu
pisitif dengan titer yang terus meningkat. Pasien
yang terinfeksi bakteri treponema akan membentuk antibody yang terjadi sebagai
reaksi bahan-bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-sel. Andibody tersebut
disebut regain.
B. TUJUAN PEMERIKSAAN
Untuk
mendeteksi adanya antibody nontreponema atau Reagin.
C. METODE PEMERIKSAAN
Slide
D. PRINSIF PEMERIKSAAN
Adanya
antibody pada serum pasien akan bereaksi dengan antigen yang menempel pada
eritrosit ayam kalkun atau domba membentuk flokulasi ( gumpalan) atau
aglutinasi
E. SPESIMEN PEMERIKSAAN
Serum
atau cairanotak
F. ALAT
DAN BAHAN PEMERIKSAAN
1.
Slide
pemeriksaan berlatar belakan putih
2.
Mikroskop
3.
Mikropipet
4.
Tip kuning
5.
Rotator
6.
Timer
7. Batang pengaduk
G. CARA KERJA
1.
Kualitatif
a. Siapkan
alat dan bahan yad dibutuhkan
b. Ke
dalam lingkaran slide dipipet 50 ul serum
c. Tambahkan
50 ul atau 1 tetes antigen (reagen VDRL )
d. Homogenkan
dengan batang pengaduk
e. Putar
pada rotator kecepatan 100 rpm selama 4-8 menit
f.
Amati ada tidaknya flokulasi
2.
Kuantitatif
a. Siapkan
alat dan bahan yang dibutuhkan
b. Lakukan
pengenceran berseri pada slide dengan cara 50 ul serum + 50 ul saline
dihomogenkan kemudian hari campuran tersebut dipipet 50 ul dan diletakkan pada
lingkaran ke dua pada slide yang sama kemudian tambahkan 50 ul salin dan
homogenkan kembali lalu lakukan hal yang sam seperti pada lingkaran pertama
sampai lingkaran terakhir dima pada pengenceran terakhir hasil pengenceran
dibuang sebanyak 50 ul. Maka hasil pengenceran adalah 1/2 , 1/4 , 1/8, 1/16,
1/32, 1/64, 1/128.
c. Kepada
masing-masing pengenceran tambahkan 1 tetes ( 50 ul ) antigen VDRL ( reagen)
d. Kemudian
dihomogenkan dan diputar dengan rotator kecepatan 100 rpm selam 5-8 menit
e. Amati
ada tidaknya flokulasi setiap pengenceran dan tentukan titer
pemeriksaannya ( yaitu pengenceran trerakhir yang masih menunjukkan flokulasi )
H. INTERPRETASI HASIL
1. Kualitatif
Laporan
hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif
a.
REAKTIF :
Bila tampak gumpalan sedang atau besar
b.
REAKTIF LEMAH: Bila
tampak gumpalan kecil-kecil
c.
NON
REAKTIF : Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan
2.
Kuantitatif
Tentukan titernya
( amati pngenceran trakhir yang masih menunjukkan flokulasi ) misalnya 1/64
`
I.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan
1. Apabila
specimen yang diterima adalah cairan otak maka specimen tersebut harus
disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm salam 5-10 menit
2. Apabila
serumnya lipemik baiknya disentrifuge pada kecepatan tinggi yaitu 10000 rpm
selama 10 menit
3.
Serum
yang lipemik dan lisis tidak boleh diperiksa
TUBEX TF (pemeriksaan demam typoid yang lebih akurat)
TUBEX TF (jawaban pasti diagnosis tifoid)
Diagnosis Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit edemik dengan salah satu tanda klinisnya adalah diare. Suatu epidemik demam tifoid yang multidrug resistant dan tanpa suatu pengobatan yang adekuat, 10% penderitanya tersebut. Penyebab utama dan paling banyak adalah salmonella typhi atau salmonella enterica subsp, Enterica serotype Typhi. Keterlambatan diagnosis merupakan salah satu penyebab kegagalan pemutusan rantai penularan serta pencegahan terjadinya komplikasi dimana hal tersebut berkaitan dengan sulitnya menegakkan diagnosis demam tifoid dengan tepat dan cepat hanya atas dasar gejala klinis saja. Terdapat variasi klinis yang lebar dan tidak selalu khas antara demam tifoid dengan demam oleh sebab lain seperti malaria atau demam dengue.
Biakan darah merupakan baku emas diagnosis penyakit ini. Masalahnya usaha ini tidak selalu berhasil dengan baik karena berbagai faktor yang bisa mempengaruhi penemuan kuman dari spesimen klinis tersebut. Uji WIDAL tunggal yang banyak digunakan ternyata kurang bermakna, teknik DNA probe dan PCR yang juga memiliki nilai diagnostik tinggi saat ini hanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian. Sedangkan metode ELISA dengan bahan antigen yang lebih murni dan akurasi deteksi yang lebih baik dari WIDAL masih memerlukan peralatan bantu serta EISA Reader.
Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium yang sensitif, spesifik, praktis dan tidak mahal bilamana gejala klinis tidak khas.
Cara Baru Deteksi Demam Tifoid
berdasarkan prinsip deteksi antibodi lgM spesifik salmonella typhi dalam serum dengan cara Inhibition Magnetic Binding Immunoassay(IMBI) menggunakan V-shape Reaction Wells, Tubex TF memberikan alternatif solusi deteksi dini Demam Tifoid kepada klinisi terutama menghadapi masalah kecepatan, kehandalan dan kenyamanan diagnosis.
Definisi dan Prinsip TUBEX TF
Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi kuantitatif 10 menit untuk deteksi Demam Tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi lgM tersebut dalam menghambat (inhibasi) reaksi antara antigen berlabel partikel lateks magnetik (reagen warna coklat) dan monoklonal antibodi berlabel lateks warna (reagen warna biru), selanjutnya ikatan inhibasi tersebut diseparasikan oleh suatu daya magnetik. Tingkat inhibasi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi lgM S. Typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna.
Dasar konsep antibodi lgM spesifik terhadap salmonella typhi digunakan sebagai marker penanda TUBEX TF menurut beberapa peneliti:
Daftar Pustaka
Djoko Widodo, Irsan Hasan, 1999. Perkembangan diagnosis laboratorium demam tiroid. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol;49:256-262
Pang T, Bhutta Z.A, Finlay BB, Altwegg M. 1995. Thypoid Fever and other Salmonellosis:a continuing chalanges. Trends Microbio;3:253-255
World Health Organization. 2003. Background document: the diagnosis, treatment and prevention of thypoid fever. World Health Organization, Geneva. WHO/V&B/03.07
Iskandar Zulkarnain. 2004. Perkembangan Diagnosis dan Penatalaksanakan Beberapa Penyakit Infeksi. Khususnya Demam Tifoid. Beberapa Segi Memprihatinkan Yang Perlu Mendapatkan Perhatian. Pidato Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap-Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Deborah House, et al. 2001. Serology of Typhoid Fever in area of endemicity and its relevance to diagnosis. J. Clin Microb;39(3):1002-1007
Dalima Ari Wahono A. 2002. Diagnosis Laboratorium Demam Tifoid. Suplemen Naskah PBPK Patologi Klinik FKUI;1-9
TUBEX-TF. REF 10-029.2005. INSTRUCTION FOR USE. 91-334-09. IDL. Biotech AB. Sweden
Lim PL, Tam FCH, Cheong YM, Jegathesan M. 1998. One-Step-2-Minute Test to Detect Typhoid-Specific Antibodies Based on Particle Separation un Tubes. J. Clin Microbiol;36(8);2271-2278
Grzegors Oracz, et al. 2003. Rapid Diagnosis of Acute Salmonella Gastrointestinal Infection. Clinical Infectious Diseases;36;112-5
Sonja J. Olsen, et al. 2004. Evaluation of Rapid Diagnosis Test for Typhoid Fever. Journal of Clinical Microbiology, p. 1885-1889
Salvatore Natdiello, et al. 1984. Serodiagnosis of Typhoid Fever by Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Determination of Anti-Salmonella typhi Lipopolysaccharide Antibodies. Journal of Clinical Microbiology 20(4);718-721
FCH Tam, et al. 2003. The TUBEX TM Typhoid test based on particle-inhibition immunoassay detects lgM but not lgG anti 09 antibodies ARTICLE IN PRESS. Journal of Immunological Methods 9447:1-9
Surya H., et al. 2006. Perbandingan Pemeriksaan Tubex TF dengan Uji Widal dalam Mendiagnosis Demam Tifoid. Tesis. Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Razel L. Kawano, et al. 2007. Comparison of Serological Test Kit for Diagnosis of Typhoid Fever in the Philippines. Journal of Clinic Microbiology 45(1):246-247
tags: definisi tubex tf, demam, demam tifoid, deteksi, deteksi demam tifoid, diagnosis demam, prinsip tubex tf, tubex tf
Diagnosis Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit edemik dengan salah satu tanda klinisnya adalah diare. Suatu epidemik demam tifoid yang multidrug resistant dan tanpa suatu pengobatan yang adekuat, 10% penderitanya tersebut. Penyebab utama dan paling banyak adalah salmonella typhi atau salmonella enterica subsp, Enterica serotype Typhi. Keterlambatan diagnosis merupakan salah satu penyebab kegagalan pemutusan rantai penularan serta pencegahan terjadinya komplikasi dimana hal tersebut berkaitan dengan sulitnya menegakkan diagnosis demam tifoid dengan tepat dan cepat hanya atas dasar gejala klinis saja. Terdapat variasi klinis yang lebar dan tidak selalu khas antara demam tifoid dengan demam oleh sebab lain seperti malaria atau demam dengue.
Biakan darah merupakan baku emas diagnosis penyakit ini. Masalahnya usaha ini tidak selalu berhasil dengan baik karena berbagai faktor yang bisa mempengaruhi penemuan kuman dari spesimen klinis tersebut. Uji WIDAL tunggal yang banyak digunakan ternyata kurang bermakna, teknik DNA probe dan PCR yang juga memiliki nilai diagnostik tinggi saat ini hanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian. Sedangkan metode ELISA dengan bahan antigen yang lebih murni dan akurasi deteksi yang lebih baik dari WIDAL masih memerlukan peralatan bantu serta EISA Reader.
Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium yang sensitif, spesifik, praktis dan tidak mahal bilamana gejala klinis tidak khas.
Cara Baru Deteksi Demam Tifoid
berdasarkan prinsip deteksi antibodi lgM spesifik salmonella typhi dalam serum dengan cara Inhibition Magnetic Binding Immunoassay(IMBI) menggunakan V-shape Reaction Wells, Tubex TF memberikan alternatif solusi deteksi dini Demam Tifoid kepada klinisi terutama menghadapi masalah kecepatan, kehandalan dan kenyamanan diagnosis.
Definisi dan Prinsip TUBEX TF
Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi kuantitatif 10 menit untuk deteksi Demam Tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi lgM tersebut dalam menghambat (inhibasi) reaksi antara antigen berlabel partikel lateks magnetik (reagen warna coklat) dan monoklonal antibodi berlabel lateks warna (reagen warna biru), selanjutnya ikatan inhibasi tersebut diseparasikan oleh suatu daya magnetik. Tingkat inhibasi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi lgM S. Typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna.
Dasar konsep antibodi lgM spesifik terhadap salmonella typhi digunakan sebagai marker penanda TUBEX TF menurut beberapa peneliti:
- kadar ketiga kelas immunoglobin anti Lipopolisakarida (lgA, lgG dan lgM) lebih tinggi pada pasien tifoid dibandingkan kontirol;pengujian lgM antipolisakarida memberikan hasil yang berbeda bermakna antara tifoid dan non tifoid.
- Dalam diagnosis serologis Demam Tifoid, deteksi antibodi lgM adalah lebih baik karena tidak hanya meningkat lebih awal tetapi juga lebih cepat menurun sesuai dengan fase akut infeksi, sedangkan antibodi lgG tetap bertahan pada fase penyembuhan.
- TUBEX TF mendeteksi antibodi lgM dan bukan lgG. Hal ini membuat sangat bernilai dalam menunjang diagnosa akut.
Daftar Pustaka
Djoko Widodo, Irsan Hasan, 1999. Perkembangan diagnosis laboratorium demam tiroid. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol;49:256-262
Pang T, Bhutta Z.A, Finlay BB, Altwegg M. 1995. Thypoid Fever and other Salmonellosis:a continuing chalanges. Trends Microbio;3:253-255
World Health Organization. 2003. Background document: the diagnosis, treatment and prevention of thypoid fever. World Health Organization, Geneva. WHO/V&B/03.07
Iskandar Zulkarnain. 2004. Perkembangan Diagnosis dan Penatalaksanakan Beberapa Penyakit Infeksi. Khususnya Demam Tifoid. Beberapa Segi Memprihatinkan Yang Perlu Mendapatkan Perhatian. Pidato Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap-Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Deborah House, et al. 2001. Serology of Typhoid Fever in area of endemicity and its relevance to diagnosis. J. Clin Microb;39(3):1002-1007
Dalima Ari Wahono A. 2002. Diagnosis Laboratorium Demam Tifoid. Suplemen Naskah PBPK Patologi Klinik FKUI;1-9
TUBEX-TF. REF 10-029.2005. INSTRUCTION FOR USE. 91-334-09. IDL. Biotech AB. Sweden
Lim PL, Tam FCH, Cheong YM, Jegathesan M. 1998. One-Step-2-Minute Test to Detect Typhoid-Specific Antibodies Based on Particle Separation un Tubes. J. Clin Microbiol;36(8);2271-2278
Grzegors Oracz, et al. 2003. Rapid Diagnosis of Acute Salmonella Gastrointestinal Infection. Clinical Infectious Diseases;36;112-5
Sonja J. Olsen, et al. 2004. Evaluation of Rapid Diagnosis Test for Typhoid Fever. Journal of Clinical Microbiology, p. 1885-1889
Salvatore Natdiello, et al. 1984. Serodiagnosis of Typhoid Fever by Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Determination of Anti-Salmonella typhi Lipopolysaccharide Antibodies. Journal of Clinical Microbiology 20(4);718-721
FCH Tam, et al. 2003. The TUBEX TM Typhoid test based on particle-inhibition immunoassay detects lgM but not lgG anti 09 antibodies ARTICLE IN PRESS. Journal of Immunological Methods 9447:1-9
Surya H., et al. 2006. Perbandingan Pemeriksaan Tubex TF dengan Uji Widal dalam Mendiagnosis Demam Tifoid. Tesis. Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Razel L. Kawano, et al. 2007. Comparison of Serological Test Kit for Diagnosis of Typhoid Fever in the Philippines. Journal of Clinic Microbiology 45(1):246-247
tags: definisi tubex tf, demam, demam tifoid, deteksi, deteksi demam tifoid, diagnosis demam, prinsip tubex tf, tubex tf
C-Reactive Protein (CRP) Testing
Kata Pengantar Pada C-Reactive Protein Testing
Peradangan (pembengkakan) dari arteri-arteri adalah faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Ia telah dihubungkan pada peningkatan risiko penyakit jantung, serangan jantung, stroke dan penyakit arteri peripheral.Untuk melihat apakah arteri-arteri anda meradang sebagai akibat dari atherosclerosis, dokter-dokter dapat menguji darah anda untuk C-reactive protein (CRP). Tubuh menghasilkan CRP sewaktu proses umum dari peradangan. Oleh karenanya, CRP adalah "penanda" untuk peradangan, yang berarti kehadirannya mengindikasikan keadaan peradangan yang meningkat didalam tubuh.
CRP dan Risiko Penyakit Kardiovaskular
Pada studi-studi yang melibatkan jumlah yang besar dari pasien-pasien, tingkat-tingkat CRP tampaknya berkorelasi dengan tingkat-tingkat dari risiko kardiovaskular. Kenyataannya, CRP tampaknya memprediksi risiko kardiovaskular paling sedikit sebaik yang dilakukan tingkat-tingkat kolesterol. Data dari studi kesehatan dokter-dokter, percobaan klinik yang melibatkan 18,000 dokter-dokter yang terlihat sehat, menemukan bahwa tingkat-tingkat dari CRP yang naik dihubungkan dengan peningkatan risiko serangan jantung sebesar tiga kali.Pada studi kesehatan wanita Harvard, hasil-hasil dari tes CRP adalah lebih akurat daripada tingkat-tingkat kolesterol dalam memprediksi persoalan-persoalan koroneri. Dua belas penanda-penanda yang berbeda dari peradangan dipelajari pada wanita-wanita yang sehat dan sudah menopause. Setelah tiga tahun, CRP adalah peramal risiko yang paling kuat. Wanita-wanita dalam kelompok dengan tingkat-tingkat CRP yang paling tinggi adalah lebih dari empat kali lebih mungkin telah meninggal dari penyakit koroneri, atau telah menderita serangan jantung yang tidak fatal atau stroke. Kelompok ini juga lebih mungkin telah memerlukan prosedur kardiak seperti angioplasty (prosedur yang membuka arteri-arteri yang tersumbat dengan menggunakan tabung fleksibel) atau operasi bypass daripada wanita-wanita dalam kelompok dengan tingkat-tingkat yang paling rendah.
Mengukur CRP
CRP diukur dengan tes darah sederhana, yang dapat dilakukan pada saat yang sama dimana kolesterol anda diperiksa. Satu tes sejenis ini adalah tes C-reactive protein (HS-CRP, juga disebut ultra-sensitive CRP atau US-CRP) yang sangat peka.Risiko ditentukan berdasarkan pada hasil-hasil tes anda.
CRP | Risiko untuk Penyakit Kardiovaskular |
Kurang dari 1.0 mg/L | Rendah |
1.0-2.9 mg/L | Menengah |
Lebih besar dari 3.0 mg/L | Tinggi |
Perlukah Tingkat CRP Saya Diuji ?
Untuk sekarang, mereka yang berisiko tinggi untuk penyakit kardiovaskular harus mempertimbangkan memasukan suatu tes CRP bersama dengan analisa lipid (lemak) standar mereka. Ini termasuk orang-orang dengan paling sedikit satu atau kombinasi dari faktor-faktor risiko berikut:- Serangan jantung atau stroke sebelumnya
- Sejarah penyakit kardiovaskular keluarga
- Tingkat-tingkat kolesterol yang naik
- Seorang pria
- Perokok sigaret
- Diabetes atau tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol
- Ketidakaktifan fisik
- Berat badan yang berlebihan
Perawatan untuk CRP yang tinggi
Untuk mengurangi risiko kardiovaskular anda, anda harus membuat perubahan-perubahan gaya hidup, seperti diet (makanan) jantung sehat, latihan, mengontrol diabetes, berhenti merokok, mengontrol tekanan darah tinggi, dan minum lebih sedikit alkohol.Untuk mereka yang dengan tingkat CRP yang naik, meminum aspirin mungkin menyediakan perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular. Obat-obat yang menurunkan kolesterol mungkin juga mengurangi CRP. Dokter anda akan meresepkan obat-obat dan dosis-dosis yang tepat untuk merawat kondisi anda.
tags: <pemeriksaan crp, defenisi crp, C-Reactive Protein Testing>
Langganan:
Postingan (Atom)